Assalamu’alaikum shobat
kholidintok.blogspot.com, salam sejahtera untuk kita semua. Amiin.. pada
kesempatan kali ini saya akan memposting mengenai harta warisan. Karena artikel
FARAID lumayan begitu banyak, maka saya bagi menjadi 8 postingan. Shobat bisa klik
link-link di bawah.
1.
Pengertian
Ilmu Waris
Mawaris adalah bentuk
jamak dari kata “Mirast” yang artinya
“harta yang ditinggalkan oleh orang yang
meninggal dunia”. Sedang menurut istilah ialah:
عِلْمٌ
يُعْرَفُ بِهِ مَنْ يَرِثُ وَمَنْ لَايَرِثُ وَمِقْدَارُ كُلِّ وَارِثٍ وَكَيْفِيَّةُ
التَّوْزِيْعِ
Artinya:
“Ilmu untuk mengetahui orang-orang
yang berhak menerima warisan, orang-orang yang tidak berhak menerimanya, bagian
masing-masing ahli waris dan pembagiannya.”
Atau juga didefinisikan
dengan:
الْفِقْهُ
الْمُتَعَلِّقُ بِالْاِرْثِ وَمَعْرِفَةِ
الْحِسَابِ الْمُوْصِلِ اِلَى مَعْرِفَةِ الْقَدْرِ الْوَاجِبِ مِنَ الثِّرْكَةِ
لِكُلِّ ذِىْ حَقٍّ
Artinya:
“Pengetahuan
yang berkaitan dengan harta warisan dan perhitungan untuk mengetehui kadar
harta pusaka yang wajib diberikan kepada tiap orang yang berhak.”
Ilmu mawaris disebut
juga dengan “فَرَائِضِ”, bentuk jamak
dari “فَرِيْضَة” yang artinya “bagian
tertentu”, atau “ketentuan”.
Disebut dengan ilmu mawaris karena
dalam ilmu ini dibicarakan hal-hal yang berkenaan dengan harta yang
ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. Dinamakan ilmu faraidh karena
dalam ilmu ini dibicarakan bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan
besarnya bagi masing-masing ahli waris. Kedua istilah tersebut prinsipnyab sama
yaitu ilmu yang membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan
tirkah (harta peninggalan) orang yang meninggal.
2.
Hukum
Mempelajari Ilmu Waris
Kalau melihat hadist
Nabi saw. yang memerintahkan mempelajari ilmu mawaris, maka hukum
mempelajarinya adalah wajib.
الْاَصْلُ
فِى الْاَمْرِ لِلْوُجُوْبِ
Artinya:
“Asal
hukum perintah adalah wajib.”
Pengertian wajib di sini adalah
wajib kifayah. Jika di suatu tempat tertentu ada yang mempelajarinya, maka
sudah terpenuhi tuntutan rasul. Tapi jika tidak ada yang mempelajarinya, maka
semua orang berdosa.
Permasalahan yang muncul sekarang
adalah banyak orang yang tidak memahami
ilmu mawaris, sehingga sangat sulit mencari orang-orang yang benar-benar
menguasai ilmu ini. Di sisi lain banyak anggota masyarakat yang tidak mau tahu
dengan ilmu mawaris, sehingga akibatnya mereka membagi harta warisan menurut
kehendak mereka senidiri dan tidak berpijak pada cara-cara yang benar menurut
Islam. Misalnya, pembagian harta warisan sama rata antara semua anak. Bahkan
anak angkat memperoleh bagian, cucu mendapat bagian walaupun anak-anak almarhum
(yang meninggal) dan lain-lain. Kenyataan ini terutama akibat tidak memahaminya
aturan yang digariskan dalam ilmu mawaris.
3.
Tujuan
Ilmu Mawaris
a. Secara
umum mempelajari ilmu mawaris adalah agar dapat melaksanakan pembagian harta
warisan kepada ahli waris yang berhak memerimanya sesuai dengan ketentuan
syari’at Islam.
b. Agar
diketahui secara jelas siapa orang yang berhak menerima harta warisan dan
berapa bagian masing-masing.
c. Menentukan
pembagian harta warisan secara adil dan benar, sehingga tidak terjadi
perselisihan di antara manusia yang dikarenakan harta yang ditinggalkan orang
yang meninggal.
Artinya:
“Itulah
batas-batas (hukum) Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan rasulNya, Dia
akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamya. Dan itulah kemenangan yang agung. Dan
barang siapa mendurhakai Allah dan rasulNya dan melanggar batas-batas hukum-Nya,
niscaya Allah memasukannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia
akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS.
An-Nisa’/4:13-14)
4.
Kedudukan
Ilmu Mawaris
Ilmu mawaris adalah ilmu yang
sangat penting dalam Islam, karena dengan ilmu mawaris harta peninggala
seseorang dapat disalurkan kepada yang berhak, sekaligus dapat mencegah
kemungkinan adanya perselisihan karena memperebutkan bagian dari harta
peninggalan tersebut. Dengan ilmu mawaris ini, maka tidak ada pihak-pihakyang
merasa dirugikan. Karena pembagian harta warisan ini adalah yang terbaik dalam
pandangan Allah dan manusia.
Ilmu mawaris ini benar-benar harus
dipahami, agar dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Rasulullah saw.
bersabda:
عَنْ
أَبِيْ هُرٓيْرٓةٓ قٓالٓ قٓالٓ رٓسُوْلُ اللّٰه صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهَا فَّإنَّهُ نِفْصُ
الْعِلمِ وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتتِيْ (رواه ابن ماجه والداررقطى)
Artinya:
“Dari Abu Hurairah berkata,
‘Rasulullah saw. bersabda, ‘Hai Abu Hurairah, pelajarilah faraidh dan
ajarkanlah kepada orang lain, karena masalah ini adalah separuh ilmu, dan mudah
dilupakan, serta ilmu itu yang pertama-tama akan dicabut dari umatku’.” (HR.
Ibnu Majah dan Daruqutni)
5.
Sumber
Hukum Ilmu Mawaris
a.
Alqur’an
Ketentuan-ketentuan tentang ilmu
mawaris, khususnya yang berkaitan dengan pembagian harta warisan,
pokok-pokoknya telah ditentukan oleh Al-Qur’an. Al-Qur’an talah menjelaskan
dengan jelas dan tegas. Bahkan tidak ada hukum-hukum yang dijelaskan secara
terperinci seperti hukum mawaris ini, antara lain dijelaskan dalm QS.
An-Nisa/4:7-14, Al-Ahzab/33:6, dan surah-surah lainnya.
b.
Al-Hadist
Al-Hadist adalah sumber hukum yang
kedua setelah Al-Qur’an. Sesuai dengan kedudukannya, Al-Hadist memberikan
dorongan dan motivasi mengenai pelaksanaan mawaris.
Rasulullah saw. bersabda:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اقْسِمُوا الْمَالَ بَيْنَ أَهْلِ الْفَرَائِضِ عَلَى كِتَابِ اللّٰهِ (رواه مسلم
وابو داود)
Artinya:
“Dari
Ibnu Abbas ra., ia berkata, ‘ Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Bagilah harta
pusaka antara ahli-ahli waris menurut (ketentuan) kitab Allah’.” (HR.
Muslim dan Abu Dawud)
c.
Ijma
dan Ijtihad
Ijma’ dan Ijtihad para ulama banyak
berperan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan mawaris
terutama menyangkut masalah teknisnya.
6.
Ayat-ayat
Mawaris
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan
dengan mawaris adalah QS. An-Nisa/4:7-14 dan 176. Sedangkan yang langsung berkaitan
dengan ketentuan pembagian warisan adalah ayat 7, 11, 12, dan 176.
Ayat-ayat tersebut adalah :
Artinya:
“Bagi
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatbya,
dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua
dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”
(QS. An-Nisa/4:7)
Artinya:
“Allah
mensyari’atkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk)
anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari
dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia
(anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang
ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia
(yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagia tersebut
di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar)
utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mhabijaksana.”
(QS. An-Nisa/4:11)
Artinya:
“Dan
bagianmu (suami-istri) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
istri-istrimu, jika mereka mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya
setelah (dipenuhi) wasiat mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para
istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang
kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang
meninggal,baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan
tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu),
atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetepi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah
(dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan
tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha
Mengetahui, Maha Penyantun.” (QS. An-Nisa/4:12)
Artinya:
“Mereka
meminta fatwa kepadamu (tentang kallah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kallah (yaitu), jika seseorang mati, dan dia tidak mempunyai anak
tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuan itu)
seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki
mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi
jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)
saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki
sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah memerangkan (hukum ini)
kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala seuatu.” (QS.
An-Nisa/4:176)
7.
Hikmah
Mempelajari Ilmu Mawaris
a. Dapat
memahami hukum-hukum Allah yang berkaitan dengan pembagian harta peninggalan.
b. Terhindar
dari adanya kelangkaan orang yang faham dalam pembagian harta warisan di suatu
tempat.
c. Dapat
dilaksanakannya pembagian harta warisan dengan benar.
d. Terhindar
dari adanya perselisihan di antara manusia dalam hal pembagian harta warisan
karena ketidaktahuan dalam pembagian harta warisan.
Demikianlah
postingan mengenai HUKUM waris, dan saya rasa artikel ini masih banyak
kekurangan, karena kekurangan milik saya dan kelebihan hanya milik Allah SWT.
semoga artikel ini bermanfaat ya shobat... jangan lupa komentarnya J wassalamu’alaikum
wa rahmatullahi wa barakatuh
2 Komentar
Assalamua'laikum WW, sy mempunyai pertanyaan dengan Hukum Faroid:
Seorang duda bercerai dan mantan istrinya yg dikaruniai 3 orang anak (satu (1)laki-laki, dua perempuan)
masih hidup dan blm nikah lagi.
Sementara Duda tersebut nikah lagi ke perempuan lain dan dikaruniai tiga (3) orang anak: satu (1) laki-laki
dan dua (2) perempuan. Pernikahan ini berlangsung selama 13 tahun sampai ajal Sang Duda meninggal dunia.
Almarhum meninggalkan harta yang banyak pada kedua pernikahan nya semasa hidupnya.
Pertanyaan 1: Bolehkan Istri pertama almarhum beserta anak-anaknya meminta bagian hak waris pada harta yg ada pada
istri kedua almarhum? Sementara diketahui, bahwa harta yg ada pada istri kedua adalah harta bersama yg dibangun
semasa pernikahan selama 13 tahun.
Pertanyaan 2: Adakah bagian hak waris untuk istri kedua beserta anak anaknya dari harta yg ada dari istri pertamanya
yg dicerai semasa almarhum masih hidup?
Demikian pertanyaan saya, semoga saya mendapat pencerahan.
Terima kasih
Komentar dan saran sangat kami butuhkan untuk meningkat kualitas blog kami
*Budayakan anti spam
Emoticon