BANTU LARISI TOKOKU YA
KHOLSTORE
Banner IDwebhost
Sebab-Sebab Dan Halangan Waris-Mewarisi

Sebab-Sebab Dan Halangan Waris-Mewarisi



Assalamu’alaikum shobat kholidintok.blogspot.com, salam sejahtera untuk kita semua. Amiin.. pada kesempatan kali ini saya akan memposting mengenai harta warisan. Karena artikel FARAID lumayan begitu banyak, maka saya bagi menjadi 8 postingan. Shobat bisa klik link-link di bawah.


1.      Sebab-sebab Waris-mewarisi
Sebab-sebab mewarisi dalam ketentuan syari’at Islam adalah karena empat sebab, yaitu:
a.       Karena hubungan keluarga (nashab)
Hubungan keluarga dalam hal ini biasa disebut dengan nasab hakiki,yakni hubungan darah atau keturunan atau kerabat, baik leluhur si mayit (ushul), keturuna (furu’) atau kerabat menyamping (hawasyi), yang tidak memandang laki-laki maupun perempuan, orang tua maupun anak-anak, lemah maupun kuat. Semuanya menerima warisan sesuai ketentuan yang berlaku, sebagaimana ditegaskan dalam QS. An-Nisa/4:7. Waris-mewarisi karena hubungan ini baik ke bawah, ke atas maupun ke samping.
Dilihat dari penerimanya, hubungan kekerabatan ini dapat dibagi kepada tiga kelompok:
1)      Ashabul furudh nasabiyah
Yaitu orang-orang yang karena hubungan darah berhak mendapat bagian tertentu.
2)      Ashabul nasabiyah
Yaitu orang-orang yang karena hubungan darah berhak menerima bagian sisa dari ashabul furudh. Jika ashabul furudh tidak ada, maka mereka dapat menerima seluruh harta warisan, tetapi jika harta warisan habis dibagi, maka tidak mendapat apa-apa.
3)      Dzawil arham
Yaitu kerabat yang agak jauh nasabnya. Golongan ini tidak termasuk ahli waris yang mendapat bagian tertentu, tapi mereka mendapat warisan jika ahli waris yang dekat tidak ada.
b.      Karena hubungan perkawinan yang sah (mushaharah)
Perkawinan yang sah menurut syari’at, Islam menyebabkan adanya saling mewarisi antara suami istri, selama hubunga perkawinan tersebut masih utuh. Jika statusnya sudah cerai, maka gugurlah saling mewarisi di antara keduanya, kecuali masa iddah pada talaq raj’i.
c.       Karena hubungan wala’
Wala’ adalah hubungan kekeluargaan yang timbul karena memerdakakan hamba sahaya. Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّمَا الْوَلَاءُ لِمَنْ أَعْتَقَ (متفق عليه)
Artinya:
Sesungguhnya hak wala’ itu untuk orang yang memerdekakan budak.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam hadist lain, Rasulullah saw. bersabda:
الْوَلَاءُ لُحْمَةٌ كَلُحْمَةِ النَّسَبِ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوْهَبُ (رواه ابن حزيمة و ابن حبان و الحاكم)
Artinya:
Hubungan wala’ itu adalah hubungan kerabat seperti hubungan turunan, tidak dijual dan tidak diberikan.” (HR. Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim)
Dengan hak wala’ ini, maka orang yang memerdekakan hamba, jika orang yang dimerdekakan tersebut meninggal dunia, maka ia memperoleh warisan. Akan tetapi, tidak sebaliknya, jika orang yang memerdekakan meninggal dunia, maka orang yang dimerdekakan tidak mendapat warisan.
d.      Karena hubungan agama
Jika orang Islam meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris, baik karena hubungan kerabat, pernikahan maupun wala’, maka harta peninggalannya diserahkan ke baitul mal untuk kepentingan kaum muslimin. Itulah yang disebut hubungan agama dalam waris-mewarisi.
Rasulullah saw. bersabda:
أَنَا وَارِثٌ مَنْ لَا وَارِثٌ (رواه ابو داود و احمد)
Artinya:
“Saya menjadi ahli waris orang yang tidak mempunyai ahli waris.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Yang dimaksud Rasulullah menjadi ahli waris adalah bahwa Rasulullah itu menerima dan menyalurkannya kepada kaum muslimin, atau digunakan untuk kemaslahatan umat Islam.
2.      Halangan Waris-mewarisi dan Dasar Hukumnya
Ahli waris gugur haknya untuk mendapatkan warisan karena sebab-sebab di bawah ini:
a.      Hamba sahaya
Hamba sahaya tidak mendapatkan warisan, baik dari tuannya maupun dari orang tua kandungnya. Kecuali hamba sahaya tersebut sudah merdeka, ia mendapat warisan sebagaimana orang merdeka lainnya. Tapi ia tidak mendapat warisan dari orang yang memerdekakannya.
Allah swt. berfirman:
عَبْدًا مَّمْلُوْكًا لَّا يَقْدِرُ عَلٰى شَيْءٍ (النحل : ٧٥ )
Hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu.” (QS. An-Nahl/16:75)
b.      Pembunuh
Orang yang membunuh keluarganya tidak mempunyai hak menerima warisan dari orang yang dibunuh. Artinya hak menerima warisan menjadi gugur karena membunuh. Misalnya, anak yang membunuh orang tuanya, maka ia tidak berhak mendapat warisan dari ayahnya.
Rasulullah saw. bersabda:
لَيْسَ لِلْقَاتِلِ مِنَ الْمِيْرَاثِ شَيْءٌ (رواه النسائى)
Artinya:
“Yang membunuh tidak mewarisi dari yang dibunuhnya.” (HR. An-Nasa’i)
Dalam hadist lain ditegaskan:
مَنْ قَتَلَ قَتِيْلًا فَاِنَّهُ لَا يَرِثُهُ وَاِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَارِثٌ غَيْرُهُ وَاِنْ كَانَ لَهُ وَالِدُهُ اَوْ وَلَدُهُ فَلَيْسَ لِقاتِلِ مِيْرَثٌ (رواه احمد)
“Barang siapa yang membunuh seorang, maka ia tidak dapat mewarisinya, walaupun orang yang dibunuh tidak mempunyai ahli waris selain dirinya, dan jika yang terbunuh itu ayah atau anaknya, maka bagi pembunuh tidak ada hak untuk mewarisi.” (HR. Ahmad)
c.       Murtad
Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang yang murtad gugur hak mewarisinya, baik itu dari atas, bawah maupun dari samping. Demikian pula sebaliknya, ia tidak dapat mewariskan hartanya kepada keluarganya yang muslim.
d.      Berlainan agama
Antar orang Islam dengan orang non Islam (kafir) tidak ada hak saling mewarisi, meskipun ada hubungan kerabat yang sangat dekat. Kedudukannya sama dengan orang murtad.
Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ (رواه الجمعة)
“Dari Uzamah bin Zaid, dari Nabi saw. bersabda, ‘Tidak mewarisi orang Islam dari orang kafir. Demikian pula orang kafir tidak pula mewarisi dari orang Islam’.” (HR. Jamaah)
Semoga bermanfaat.. Wassalamualaikum

Komentar dan saran sangat kami butuhkan untuk meningkat kualitas blog kami

*Budayakan anti spam

Emoticon

banner